Saturday, November 10, 2012

Sentilan Berharga: Kisah Sopir Lansia dan Pemuda

Setiap hari, di manapun kita berada dan apapun yang kita lakukan, selalu memberi pengalaman bagi kita, bahkan tak jarang memberikan sentilan berharga. Seperti juga yang saya alami, di suatu malam, dalam perjalanan pulang dari kantor. 

Seperti biasa, saya menggunakan mikrolet untuk menuju tempat tinggal saya, dan duduk di kursi navigator alias sebelah sopir. Waktu itu saya hanya satu-satunya penumpang dan mikrolet sedang ngetem. Dengan melirik sedikit saja, saya bisa melihat pak sopir sudah berusia lanjut. Hampir semua rambutnya telah memutih, kerutan terlihat di kulit wajah dan lehernya, serta mulutnya agak seperti Pak Tile karena sebagian giginya telah ompong. Sesekali ia menarik tali yang tergantung di sisi kanannya, yang ternyata adalah klakson, untuk memanggil penumpang, namun tetap tak ada penumpang lain yang menaiki mikroletnya, ia pun mulai menginjak gas. Baru maju beberapa meter, seorang pemuda berusia 20 tahunan menstop mikrolet. 

"Akhirnya ada penumpang lain, semoga terus bertambah di perjalanan nanti, kasihan pak sopir ini kelihatannya sudah lelah," panjat saya dalam hati. 

Tetapi hal berikutnya yang terjadi mengecewakan saya.

"Beh, maaf Beh, saya numpang ya, saya kehabisan ongkos," kata si pemuda. 

 Pak sopir kemudian bertanya ke mana tujuan si pemuda, dan ternyata ia akan ke sebuah mall yang ongkosnya seharusnya Rp 3000. Pak sopir pun hanya mengiyakan pelan. Dalam hati saya mengumpat pemuda ini, dari sekian banyak mikrolet, kok ya tega ia menumpang di mikrolet yang sopirnya sudah tua. Saya juga langsung berpikir buruk, curiga jangan-jangan si pemuda memang penipu atau uangnya sudah habis untuk hal yang tidak perlu. Beruntung, dalam perjalanan ada beberapa penumpang lain yang memenuhi mikrolet, sehingga saya bisa agak berpikir positif kalau pak sopir tak akan merugi. 

Setelah perjalanan kurang lebih 25 menit, mikrolet pun sampai di depan mall yang dituju si pemuda. Saya hanya melirik melalui spion untuk melihat ia turun dari mikrolet dan mengucapkan terima kasih ke pak sopir. Tiba-tiba pak sopir berteriak memanggil pemuda yang sudah melangkah ke arah jalan kecil di sisi mall. 

"Ini untuk ongkos," kata pak sopir sambil memberikan Rp 2000 ke si pemuda, "Kasihan kan kehabisan uang." 

Pemuda itu langsung berterima kasih, sementara saya cengo', tak percaya dengan apa yang baru saya lihat dan saya dengar. Pelupuk mata saya mulai terasa panas, dan hati saya seperti tercampur aduk antara perasaan terharu dengan kebaikan dan ketulusan pak sopir, serta perasaan tertohok. 

Ya, saya merasa seperti ditampar, pak sopir lansia yang hidupnya mungkin sekali pas-pasan dan harus bekerja ekstra keras untuk hidup layak, malah dengan ikhlas menyisihkan penghasilannya untuk seorang pemuda yang entah siapa. Sementara saya, tak hanya saya menaruh curiga terhadap si pemuda, saya bahkan tidak kepikiran untuk menolong pemuda itu!

Mungkin bukan cuma saya, mungkin ada juga di antara kita yang kadang berpikir terlalu banyak sebelum menolong orang, curiga, perhitungan, menimbang kemampuan kita, hingga akhirnya kita tidak berbuat kebaikan apapun. Jika seorang pak sopir yang hidupnya mungkin tak bisa dibilang berkecukupan bisa membantu penumpangnya, maka tak ada alasan bagi kita untuk tidak dapat berbagi dengan orang lain yang memerlukan uluran tangan.

4 comments:

  1. terkadang apa yang ada di pikiran kita tidak sesuai dengan realita...pelajaran yang sangat berharga, tetaplah berbaik sangka baik kepada Tuhan maupun ciptaannya...

    ReplyDelete
  2. tapi waspada adalah hal yang lebih baik..,apalagi wanita terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitar.
    orang yang bijak bertindak waspada

    ReplyDelete
  3. Berpikir positif itu perlu, waspada juga tak kalah penting. Kadang saya juga begitu, berpikir apakah org tersebut jujur atau hanya pura-pura untuk menarik simpati org di sekitar, dan teman saya pun berkata bila org tersebut berpura2 biarlah urusan dia dan Tuhan. Yg penting kita ikhlas membantunya.

    ReplyDelete
  4. begitulah sikap orang yg baik.Walaupun pak sopir itu butuh uang,tapi di sisi lain beliau jg masih bisa memikirkan orang lain tanpa perlu menimbang-nimbang orang yg di bantu itu benar-benar butuh bantuan/sebenarnya tdk terlalu butuh.Kuncinya ada di keikhlasan hati krn tdk semua orang bisa ikhlas berbuat baik

    ReplyDelete