Provokasi. Penolakan. Bentrokan. Kekerasan. Perusakan. Pembunuhan.
Pemboman. Semua seolah menjadi santapan sehari-hari. Semua membuat miris, dan
saya hanya bisa meringis, melihat kekejaman yang begitu marak di bumi yang kian
renta.
Yang lebih membuat hati teriris, adalah fakta bahwa tidak
sedikit dari semua peristiwa itu dipicu oleh perbedaan, atas unsur status
sosial, suku, ras, atau agama, bahkan perbedaan keyakinan dalam agama yang
sama. Akibatnya, sesama saudara saling menyerang, sesama manusia bersaing
menabuh genderang perang.
Mengapa begitu mudah manusia diperdaya kisah bahwa mereka
salah dan kitalah yang paling benar?
Mungkin saja saya salah dan sesat, tetapi saya berprinsip,
semua agama menuju pencipta yang sama, semua suku dan ras berasal dari karuhun yang sama, Adam dan Hawa, baik
itu pengusaha atau pengemis, petani atau PKI, mata sipit atau bertato di kulit,
atheis atau rohis, sekuler dan hedonis, semua diciptakan sosok yang sama, dan
akan kembali ke alam baka. Jadi siapa kamu, siapa saya, siapa kita, siapa mereka,
yang membusungkan dada menunjuk orang lain sebagai yang tercela, agama lain
sebagai yang ternoda, suku dan ras lain sebagai yang paling berbisa?
Ironis, perbedaan kini kian meruncing di negara yang
bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang
katanya berbeda-beda namun satu jua. Omong kosong! Percuma Bhinneka Tunggal Ika terbelit di kaki garuda, karena kenyataannya Bhinneka Tunggal Ika sudah lari tunggang
langgang, mengubur diri dalam-dalam, letih dicaci dan dilecehkan.
Kalau saja manusia bisa meresapi indahnya perbedaan... dan kekayaan abstrak yang didatangkannya...